Sudah tak terhitung berapa kali saya bolak-balik ke kota Pati, dan
sudah lama pula saya ingin wisata kuliner khas Pati. Namun baru di penghujung
tahun 2016 lalu, saya berkesempatan menikmati lezatnya sajian khas kota di
pesisir utara pulau Jawa itu. Berkunjung
ke kota Pati memang tak lengkap rasanya jika belum mencicipi nasi gandul,
kuliner berbahan utama daging sapi ini merupakan salah satu ikon kuliner khas
kota berjuluk Bumi Mina Tani ini selain soto kemiri dan petis runting.
Untuk menikmati seporsi nasi gandul kita tidak perlu susah-susah
mencarinya, di sepanjang jalan pantura akan ada warung-warung tenda sederhana
yang menyajikan kuliner lezat ini. Saya pun ahirnya mencoba kuliner ini di
deretan warung tenda depan RSU dr. Soewondo. Nasi gandul terdiri nasi putih,
empal daging lalu disiram dengan kuah yang rasanya gurih dan manis. Sekilas
hampir sama dengan nasi pindang yang ada di Kudus.
Makan nasi gandul biasanya ditemani lauk berupa sate jeroan,
perkedel kentang maupun tempe goreng. Tinggal menyesuaikan selera dan isi
dompet kita, seporsi nasi gandul, perkedel dan es teh saya harus merogoh kocek
sekitar Rp 17.000 saja. Cukup terjangkau kan.
Sego Gandul Gajahmati
Nasi gandul, namanya cukup aneh di telinga membuat siapa saja
penasaran dengan rasanya. Gandul dalam bahasa Jawa artinya gelantungan, lantas
apa maksudnya nasi ini dinamakan nasi gandul, alias nasi gelantungan? Apakah
nasinya dimakan sambil digantung? Kira-kira itu pertanyaan saya sewaktu kecil.
Hingga terbersit keinginan saya untuk wisata kuliner khas Pati ini
Cerita tentang nasi gandul banyak ragam versinya, konon dinamakan
nasi gandul karena bentuk penyajiannya. Nasi gandul disajikan di atas piring
dengan alas daun pisang, hal inilah yang menjadikannya seolah-olah nasi itu
menggelantung karena pada tahap penyajiannya diberi alas daun pisang, inilah
ciri khasnya.
Selain itu, dulu para penjual nasi gandul menjajakan dagangannya
dengan cara berkeliling, setiap pedagang nasi gandul menggunakan pikulan. Satu
sisi pikulan membawa dandang berisi kuah, satu sisinya lagi berisi nasi dan
peralatan makan lainnya. Dari kejauhan pikulan itu terlihat naik turun, oleh
masyarakat disebut gemandul atau dalam bahasa jawa gelantungan.
Sebagaimana dilansir dari laman CNN Indonesia, Nasi gandul pertama
kali dikenal di desa Gajahmati. Desa ini etaknya berada di sebelah selatan
terminal kota Pati. Nasi gandul lahir dari kreasi seorang bernama Pak Meled.
Konon di tahun 1955 pak Meled berjualan dengan cara dipikul. Satu sisi pikulan
membawa dandang berisi kuah, satu sisinya lagi berisi nasi dan peralatan makan
lainnya, dari kejauhan terlihat bergoyan-goyang alias gemandul,
begitulah sebutan nasi gandul bermula. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar