Lawang Sewu, Bangunan Tua yang Tetap Menawan

Lalu lintas yang ramai di depan Gedung Lawang Sewu

Awal tahun 2016 lalu saya mengikuti agenda nasional di Universitas Muhamadiyah Semarang, di bulan Januari itu Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) menyelenggarakan Dies Natalis yang ke 23. Setelah 3 hari beruntun mengikuti kegiatan yang menyenangkan dan melelahkan itu, sebagai penutup acara, panitia mengajak peserta untuk berkeliling menikmati saian wisata yang ada di ibu kota Jawa Tengah itu.
Tujuan pertama kami adalah Kuil Sam Poo Kong, ulasan tentang perjalanan di kuil Sam Poo Kong akan saya bahas di artikel lain. Setelah puas melihat setiap lekuk Kuil Sam Poo Kong, saya melanjutkan perjalanan jelajah wisata di Jawa Tengah, kali ini saya dibawa  bekunjung ke Lawang Sewu. Bangunan yang terkenal angker ini, letaknya tak jauh dari kuil Sam Poo Kong. Berhubung lalu lintas Kota Semarang sedikit padat, terpaksa bus yang kami tumpangi mengambil jalan alternatif, meskipun memutar dan memakan waktu lebih lama, namun perjalanan lancar tanpa tersendat sedikit pun.
Dari kejauhan kegagahan bangunan yang dibuat pada 27 Februari 1904 dan selesai pada bulan Juli tahun 1907 ini sudah nampak jelas. Tepat pukul 11.15 WIB saya pun sampai di Lawang Sewu, tepat bersamaan dengan pengambilan gambar sebuah acara stasiun TV swasta nasional.
Perasaan senang dibalut rasa penasaran yang menggebu membuat perjalanan ke Lawang Sewu makin menyenangkan. Sebelum masuk ke dalam Gedung tua ini, saya berkeliling sebentar ke sekitar bangunan ini. Iseng-iseng saya membaca sebuah tulisan yang tertera di sebuah papan kayu yang berlapis kaca.
Di papan pengumuman itu tertulis kata Lawang Sewu sendiri berasal dari julukan (paraban Jawa). Lawang yang berarti “pintu” sedangkan Sewu berarti “seribu”. Sebuah toponim untuk bangunan ini, karena memiliki pintu-pintu yang sangat banyak meskipun jumlahnya tidak sampai seribu. Untuk masuk ke dalamnya pengunjung  cukup dikenakan sebesar Rp. 10.000,- saja.
 Gedung ini tercatat pernah digunakan sebagai kantor oleh Nederlandsh-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Setelah sekitar 35 tahun digunakan tepatnya 1942-1945, gedung ini dipakai oleh Jepang dengan nama Riyuku Sokyuku (Jawatan Transportasi). Tahun 1945 berubah lagi menjadi kantor DKRI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Pesona Lawang Sewu tak pernah luntur walau sudah berusia ratusan tahun. Dengan konstruksi yang kokoh, namun nampak artistik. Siapapun yang melihatnya, pasti tertarik. Tidak jarang banyak pasangan yang memanfaatkan wisata ini untuk foto pre-wedding, atau sekedar berfoto ria lau diunggah ke media sosialnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar